Gerakan Reformasi
Pelaksaan
GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana
hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah terutama praktek-praktek pemerintahan
di bawah orde baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi
semakin terpuruk sistem ekonomi menjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi
di Indonesia hanya berada menjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di
Indonesia hanya berada pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.
Terlebih lagi merajalelanya praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada hamper selurih instansi serta lembaga
pemerintahan. serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang di kalangan para
pejabat dan pelaksanaan pemerintahan Negara membawa rakyat semakin menderita
Para wakil-wakil rakyat yang
seharusnya membawa amanat rakyat dalam kenyataannya tidak dapat berfungsi
secara demokratis, DPR serta MPR menjai mandul karena sendi-sendi demokrasi
telah dijangkiti penyakit nepotisme. Sistem politik dikembangkan kea rah istem
“Birokratik nepotisme” dan suatu sistem “Korporatik” (Nasikun, 1998:5). Sistem
ini ditandai dengan konsentrasi kekusaan dan partisipasi di dalam pembuatan
keputusan-keputusan nasional yang berada hamper seluruhnya pada tangan penguasa
Negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikawan dan kelompok wiraswastawan
oligopolistic dan bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional. keadaan
yang demikian membawa ekonomi rakyat menjadi tidak tersentuh dan semakin parah.
pada sisi lain rakyat dikelabui dengan berbagai macam program yang
mengatasnamakan rakyat. namun dalam kenyataannnya hnya menguntungkan sekelompok
kecil yaitu para elit ekonomi da para pejabat sehingga hamper di seluruh tanah
air banyak pejabat melakukan praktek KKN untuk kepentingan pribadi
Pancasila yang seharusnya sebagai
sumber nilai dasar morak etik bagi Negara dan aparat pelaksana Negara dalam
kenyataannya di gunakan sebagia alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan
dan tindakan penguasa mengatasnamakan Pancasila, bahkana kebujaksanaan dan
tindakan yang bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan pancasila
yang murni dan konsekuen
Puncak dari keadaan tersebut ditandai
dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbulah berbagai gerakan masyarakat
yang dipelopori oleh mahasiswa, endikawan dan masyarakat sebgai gerakan moral
politik yang meuntut adanya “reformasi” di segala bidang terutama bidang
politik, ekonomi, dan hukum
Awal keberhasilan gerakan reformasi
tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto ada tanggal 21 mei 1998,
yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J Habibie
menggantikan keddukan presiden. kemudian diikuti dengan pembentukan cabinet
reformasi pembangunan. pemerintahan Habiie inilah yang merupakan pemerintahan
tansisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi
secara menyeluruh, terutama perubahan 5 paket UU Politik tahun 1985. kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hokum sehingga
perlu diwujudkan UU anti monopoli. UU persaingan sehat. UU kepalilitan UU Usaha
Kecil, UU Bank sentral, UU perlindungan konsumen , UU perlindungan buruh dll.
(nopirin 1998:1) dengan demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi
hokum bersaa aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi
pemerintahan.
Yang lebih mendasar lagi reformasi
dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi Negara yaitu pada susunan DPR
dan MPR yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya dan
diawali dengan pengubahan:
a. UU
tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR dan DPRD (UU No. 16/1969 jis. UU No.
2/1975 dan UU No. 2/1985)
b. UU
tentang partai politik dan golongan karya (UU No. 3/1975, jo. UU. No.2/1980,
dan UU No.1/1985)
Reformasi terhadap UU Politik tersebut
di atas harus benar-benar dapat mewujudkan iklim politik yang demokratis sesuai
dengan kehendak Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (Mardjono, 1998: 57)
Kutipan:
Pendidikan Pancasila
Penerbit “Paradigma” Yogyakarta
Pendapat saya:
Masa reformasi seharusnya tidak di jadikan
sebagai masa di mana pejabat pemerintahan berlomba-lomba dalam menambah
kekayaan pribadinya
Seharusnya masa reformasi di jadikan
sebagai tolak ukur kedepannya menjadikan Bangsa Indonesia lebih maju dan
berkembang dari segi apapun itu terutama ekonomi karena masyarakat Indonesia
dalam hal ekonomi masih sangat terbatas sekali.
Maka dari itu reformasi adalah masa
perubahan tetapi dalam perubahan itu tidak luput dari nilai-nilai pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar